Kopi sebagai gaya hidup atau life style, tidaklah semua orang akan memahami. Akupun sebelumnya juga demikian, dan mulai paham karena adanya gerai kopi Starbucks yang sering penuh dengan pengunjung. Saya sebut itu gaya hidup karena harganya yang mahal itu. Lihat saja, harga kopi satu gelas setara dengan 5 – 10 bungkus kopi bubuk yang biasa kuminum. Tapi heran juga, meskpun harga mahal tetapi gerai kopi yang menjualnya, menjamur di mana-mana.
Jadi ketika hari minggu kemarin, aku diajak jalan-jalan istriku untuk melihat pameran orang penjual kopi semacam Starbuck, aku tertarik melihatnya. Ini laporan visualku dari sana sekaligus menguji Canon G9X Mark II yang baru.

Aku heran, mau masuk ke pameran kopi saja harus membayar. Apanya yang menarik pikirku, kopi khan hanya begitu-begitu saja. Waktu itu saya membayangkan akan istirahat di dalam, suasananya pastilah seperti interior gerai kopi Starbuck. Memang sih, mirip-mirip. Hanya saja di dalamnya tidak ada gerai kopi Starbuck itu sendiri.
Ini foto-fotonya di dalamnya.










Akhirnya terbukti bahwa kopi sebagai gaya hidup telah terjadi di Indonesia. Peserta pameran tersebut adalah Starbuck versi lokal, yang digairahkan oleh anak-anak muda. Kopi tidak sekedar pelepas haus, atau pengganti rokok, tetapi telah menjadi gaya hidup. Gaya hidup memang tidak murah. Karena bisa mahal itulah, maka gerai-gerai baru menjamur. Ini peluang para calon pengusaha.
Kopi sebagai gaya hidup saya pikir itu tidak sekadar karena rasanya, pasti ada yang lain. Nilai tambah namanya. Jika diamati maka gerai-gerai kopi untuk semacam itu jelas tidak sekedar seperti warung pada umumnya. Lokasinya strategis, misal di lobby terminal di bandara atau stasiun, juga mudah diakses. Jadi gerai kopi juga berfungsi sebagai tempat pertemuan atau tempat untuk menunggu, harus nyaman dan tersedia ruang yang lega.