Kembali lagi menjadi berita, mobil matic terjun dari gedung parkir Kantor Walikota Jakarta Selatan. Jika sebelumnya, kebanyakan mobil adalah merk Honda (Jazz, ada juga Accord), maka saat sekarang ini, gantian, kepunyaannya Toyota yaitu sedan Altis. Berita lengkap di detik.com .

Dari berbagai berita tentang mobil-mobil yang terjun tersebut, rasanya belum pernah kita mendengar adanya kecelakaan yang dialami oleh mobil minibus, atau bahkan mobil butut sekalipun, kebanyakkan adalah mobil-mobil tahun terakhir.

Jadi kebanyakan yang mengalami kecelakaan tersebut mobilnya adalah yang hebat, canggih yang menyandang fasilitas matic . Mestinya mobil dengan fasilitas seperti itu tentunya berkorelasi dengan kemudahan, nyaman, enak dan sebagainya. Ternyata kemudahan untuk celaka juga (musibah jatuh).

Jika demikian, apa penyebab semuanya itu ? Mobilnya, atau karena orang dibelakangnya ? Tentu kita semua sepakat bahwa musibah tersebut adalah akibat ketidaksiapan manusianya, jadi faktor manusia yang menjadi sebab utama. 

Adanya fasilitas otomatis pada barang buatan manusia tersebut tentunya adalah untuk memberi kemudahan yang positip pada manusianya. Tetapi namanya saja mesin, bagi mereka kemudahan ya kemudahan, apa itu positip atau negatif tidak terlalu menjadi masalah. Nggak punya hati, begitu maksudnya. Itulah sifat natural teknologi, senjata hebat, bisa mematikan musuh dan juga tuannya sekaligus. Ilmu juga demikian sifatnya.

Pemahaman seperti itu, bahwa teknologi / ilmu dan orang dibelakangnya merupakan satu kesatuan yang tidak boleh diganggu gugat, harus seimbang. Juga menjadi pegangan di UPH, bahwa staf-staf pengajar tetap tidak hanya mengembangkan teknologi atau ilmunya masing-masing saja, tetapi perlu juga meluangkan waktu untuk bersama-sama berkumpul dalam suatu kebaktian rohani (pengembangan segi rohani / moral). Itu dilakukan setiap minggu yaitu tiap hari selasa. Selama hampir sepuluh tahun saya di UPH, rasanya itu terus menerus dilakukan. Jadi wajar ya, kalau di beberapa tulisan, saya kadang mengutip satu dua nash kitab suci. Bukannya sok suci sih, tapi memang relevan dengan tulisan yang dibuat.

Kembali ke musibah akibat faktor manusia.

Kejadian-kejadian yang berturutan, yaitu musibah mobil jatuh tentunya mulai harus menjadi perhatian, perlu ditingkatkan kewaspadaan. Perlu disosialisasikan terus menerus, resiko bahaya tersebut. Sekarang siapa yang harus melakukannya, tentunya penjual produk teknologi tersebut, harus terbuka dan mau menjelaskan sisi positip juga sisi negatifnya.

Beranikah penjual produk teknologi tersebut menyampaikan hal-hal yang beresiko tersebut.

Wong namanya penjual, rasanya lebih cenderung untuk ditutup-tutupi. Jadi jangan harap informasi seperti itu akan disampaikan oleh para penjual. Orang yang awam jelas tidak tahu, tetapi apakah orang yang tahu mau melakukannya, maksudnya mensosialisasikan resiko tersebut.

Saya kira tidak mudah juga. Karena bagi orang yang tahu, bisa saja dia berpikir “lho itu khan hanya orang bodoh saja, gitu aja koq bisa celaka, khan udah ada buku manualnya“, menyepelekan. Jadi kalau begitu, siapa dong yang bertanggung jawab mensosialisasikan bahwa “matic” itu tidak berarti otomatis bisa dipakai ‘semua orang’, tanpa bekal apa-apa saja. Semua orang sih, semua orang. Tetapi ya harus mengetahui sedikitnya bahwa ada resiko yang harus menjadi perhatian dengan ke otomatisannya itu.

Koq, ribet banget. Nggak ribet, ini penting. Kecelakaan-kecelakaan yang terjadi khan merupakan fakta bahwa asumsi “semua orang bisa” khan nggak terbukti. Begitukan. Jadi kalau dikaitkan dengan manusia, kenyataannya memang lebih kompleks dari mempelajari mesin. Iya khan. Itulah mengapa orang politik, bisa lebih hebat dari seorang engineer.

Strategi yang sama juga berlaku di dunia rekayasa konstruksi. Intinya teknologi hebat juga perlu orang hebat. Jangan berfokus pada teknologi saja, sedangkan kesiapan s.d.m diabaikan.

Catatan : pemahaman seperti itulah yang menyebabkan, mengapa sikapku terhadap pemakaian energi dengan nuklir (pltn) di Indonesia tidak aku dukung. Kita kan tahu, bahaya kecelakaan nuklir di Chernobyl. Mengerikan ! Apakah orang-orang kita siap jika itu terjadi, meskipun katakanlah kemungkinan itu jika terjadi adalah 1 dibanding 10000, tapi kalau mengambilnya khan jelas menjadi beresiko. Sebagai orang konservatif, khan lebih baik nggak aja. Iya kan. O ya,tulisanku tentang nuklir ada di sini.

Sebagai seorang engineer, juga dosen, yang mempunyai keyakinan di atas, maka dalam menuliskan ide-idenya juga tetap konsisten untuk mengungkapkan keyakinan tersebut. Karena karya tulis yang diterbitkan lebih banyak berbicara tentang software engineering yaitu program SAP2000 (bukan program SAP untuk yang bisnis itu lho), yaitu program untuk analisa struktur, maka tema pemakaian teknologi pada program tersebut yang banyak aku ulas.

Dalam buku-bukuku tersebut, aku selalu memulai dengan memberi intro bahwa “Engineer harus HATI-HATIjika mau memakai software engineering, karena mempunyai resiko yang tinggi dan berbeda dengan software umum. Jika dipakai oleh orang yang tidak kompeten, maka bisa saja menghasilkan hasil design yang berbahaya jika digunakan. Jadi fokusku tidak pada “klik-klik dan jadilah” tetapi pada “kompetensi pemakai program tersebut“, program secanggih apapun hanya alat. Hasilnya berguna atau tidak, tergantung kita pemakainya.

Pak wir ini bagaimana, koq nulis buku lebih banyak nakut-nakutin. Nanti siapa yang beli ?“, demikian salah satu kolega dosen pernah berkata kepadaku beberapa tahun yang lalu, ketika edisi buku tersebut pertama kali terbit. O ya, buku yang dimaksud adalah bukuku yang ke-2 dan ke-4. Bahkan bukuku yang ke-4 ini sudah cetak ulang lagi. Jadi ketakutan untuk tidak laku ternyata tidak terbukti.

Mengapa aku berpikiran seperti itu.

Pertama, bahwa software engineering pada prinsipnya mempunyai kemiripan juga dengan software yang umum. Tampilannya semakin ramah, dan pemakaiannya semakin mudah, disana-sini dilengkapi dengan fasilitas yang serba otomatis, bahkan kadang-kadang ada data default, yang tanpa diberi data-data apapun, kecuali pencet tombol dan pilih opsi yang ada maka akan dilakukan analisis dan ada hasilnya. Jadi sangat mudah untuk menghasilkan keluaran yang terkesan hebat.

Kedua, jika software umum, keluarannya ya keluarannya itu. Langsung dapat dipakai, contoh photoshop. Hasilnya ya itu, langsung dapat dinikmati. Tetapi itu khan beda dengan software rekayasa. Sehebat apapun hasilnya, maka itu semua adalah hasil analisis suatu model, dan bukan objek sebenarnya yang dianalisis. Apakah model dengan real, ada hubungannya atau tidak itu tergantung engineer pemakainya.

Jadi kompetensi engineer sama pentingnya dengan kecanggihan software. Menurutku semakin canggih suatu software engineering, maka harus semakin piawai engineer pemakainya. Itu pula yang menyebabkan mengapa engineer masih perlu dan tidak bisa digantikan oleh program komputer canggih sekalipun.

Jadi kalau dipikir-pikir, buku-buku yang aku tulis sudah memberi warning kepada pemakai teknologi software tersebut lho. Ya begitulah usahaku agar jangan sampai pengemudi eh pemakai software engineering terjatuh dan kena musibah.

Sudahkan anda mengkoleksi bukuku tersebut, yang ‘cetak ulang’ sudah ada di toko-toko buku lho.

O ya, lupa. Besok Rabu tanggal 20 Feb 2008 di UPH dalam Seminar dan Workshop SAP2000, lagi-lagi aku berpijak pada pendapat di atas. Bahkan di workshop itu nanti, aku akan mulai dengan pernyataan bahwa “materi ini hanya cocok untuk diikuti oleh engineer atau yang berminat jadi engineer. Jika tidak, jangan sia-siakan duduk di sini mendengarkan omongan dan petunjuk saya“. He, he, moga-moga memang ada yang mau jadi engineer.

Menurut panitia, peserta yang ada, selain dari kelompok mahasiswa peserta lomba jembatan, sudah ada sekitar 30 yang mendaftar, belum nanti yang datang langsung. Jadi untuk seminarnya sih bisa disatukan, tapi untuk workshop harus dibagi jadi beberapa session nih. Wah banyak juga ya. Capek nih pasti besok rabu, harus makan vitamin atau obat kuat dulu ya. 😆

3 tanggapan untuk “matic, otomatic dan konsekuensinya”

  1. bsw Avatar

    Pak Wir, cuma mau komentar soal header-nya.
    Takut disalahartikan saja nanti, menurut saya pekerja di situ nggak “safe” sama sekali. Mereka bekerja diketinggian tanpa alat pengaman spt “body harnesses” dsbnya. Mungkin itu realita pekerja di Indonesia, tapi mungkin lebih cocok buat ilustrasi tulisan deh daripada jadi header begitu……
    Salam

    Wir’s responds: berarti tujuan saya menyampaikan gambar tersebut sebagai header, terlaksana. Ada yang peduli, minimal anda, yaitu dengan mengingatkan seperti pada komentar tersebut. Itu khan merupakan salah satu tujuan pendidikan, menjadi peduli akan sesuatu yang tidak wajar, sehingga memikirkan dan akhirnya pada saat menetapkan keputusan akan menghindari hal yang tidak wajar tersebut.

    Komentar anda yang mengharapkan saya tidak memakai header tersebut juga menunjukkan bahwa saya memasangnya khan bukan berarti saya mendukung. Darimana bisa begitu, mestinya anda telah mengulak-ulik materi tulisan saya di blog ini, sehingga sikap seperti itu yang diungkapkan. Jadi tujuan sebagai eye catching blog ini juga berhasil.

    Dengan alasan tersebut semua, berarti tujuan header berhasil, jika berhasil mengapa harus dicopot. Kecuali ada materi gambar lain yang lebih menarik. Iya khan. :mrgreen:

    Suka

  2. hsw Avatar
    hsw

    kemaren ada teman yang ceritain, lantas ku tanya: “mobil jepang lagikah?” Jawabnya: “Ya“. Jelas ini bukan masalah matic, otomatic tapi produk jepang atau mana. Kalo mau konsekuen, tak perlu fanatik amat2lah ama merek Jepang.

    Wir’s responds: iya nih, jangan Jepang terus, sekali-sekali Jerman gitu, mo Mercy atau BMW. Iya khan mas ? :mrgreen:

    Suka

  3. rahmat Avatar
    rahmat

    pak hsw,

    saya tidak bermaksud membela mobil jepang. kebetulan saya lebih suka accord walaupun ada bmw jg.

    kalau di indonesia ada 1jt mobil jepang dan 10rb mobil eropa (misalnya) tentu saja peluang terjadinya kecelakaan mobil jepang lebih tinggi dari mobil eropa 🙂

    ada 3 hal yang perlu diperhatikan: man-tool-knowledge.

    jika orangnya kualified dan memiliki pengetahuan yang cukup maka tool apapun bisa dikuasai dengan baik. misalnya SAP2000. ini tool yang bagus. kalo saya tidak punya knowledge-nya ya tidak ada artinya kan?

    Wir’s responds: wah jargonnya bagus pak, nanti saya adapsi kalau kasih kursus / workshop sap2000 gitu pak. Selama ini jargon yang saya pakai untuk mengibaratkan pemakaian program SAP2000 dan engineer itu sama aja dengan cowboy dan pistolnya. Kedua-duanya penting.

    Suka

Tinggalkan komentar

I’m Wiryanto Dewobroto

Seseorang yang mendalami ilmu teknik sipil, khususnya rekayasa struktur. Aktif sebagai guru besar sejak 2019 dari salah satu perguruan tinggi swasta di Tangerang. Juga aktif sebagai pakar di PUPR khususnya di Komite Keselamatan Konstruksi sejak 2018. Hobby menulis semenjak awal studi S3. Ada beberapa buku yang telah diterbitkan dan bisa diperoleh di http://lumina-press.com