Kehidupan menjadi guru atau dosen itu memang warna-warni. Itu menurutku, tetapi mungkin juga bagi orang lain bisa berbeda. Bahkan mungkin ada yang heran juga, apakah bidang itu mencukupi (untuk mencari nafkah).
Seperti kemarin misalnya, pagi-pagi benar pukul 3.00 pagi, aku sudah bangun dan mempersiapkan diri. Maklum, pk 8.00 pagi sudah ditunggu kedatangannya di salah satu hotel di daerah Jatinangor, ada diskusi teknik. Ada instasi pemerintah dan client-nya yang menginginkan dilakukan diskusi soal perancangan struktur yang menurutnya ada yang baru sistemnya sehingga ragu. Nah aku disuruh memberikan komentar dan tanggapan.
Aku juga agak heran, mengapa diskusinya di hotel. Ternyata yang datang pada diskusi itu rombongan besar, jadi sebenarnya seperti bentuk seminar atau pengajaran kecil juga kiranya.
Lho itu masuk tugas dosen atau ngobyek sih pak ?
Hus, koq begitu sih. Ngobyek itu kesannya buruk lho. Itu khan juga dosen, sesuai tugasnya yaitu Tridharma Perguruan Tinggi maka itu bisa masuk ke bagian “pengabdian kepada masyarakat”, yaitu memanfaatkan keahlian dan ketrampilannya untuk kepentingan orang banyak. Itu khan seperti halnya menulis di blog ini. Undangan institusi yang datang kepadaku juga menyebut nama institusi tempatku bekerja secara lengkap lho. Kalau ngobyek khan kesannya sembunyi-sembunyi. Oleh karena itu, aku datang ke acara tersebut berdasarkan surat tugas resmi dari institusi tempatku bekerja.
Jadi kedatanganku memenuhi undangan tersebut secara tidak langsung mengangkat nama institusi tempatku bekerja. Minimal memberi persepsi bahwa institusiku tersebut tidak sekedar bermodal gedung yang megah tetapi diisi oleh orang-orang yang capable, yang mampu, sehingga orang lainpun mencari. π
Sebenarnya sih sudah ditawarkan oleh panitia yang mengundang, bahwa ada fasilitas hotel agar dapat datang pagi sesuai jadwal. Tetapi aku mikir, kalau datang dari Jakarta sore hari maka bakalan macet juga, jadi aku memilih pagi-pagi saja, minimal masih bisa ketemu keluarga. Nggak tahu, beberapa minggu ini jadwalku relatif padat, mulai dari ada retreat, launching buku dsb-nya.
Nah karena kepagian mungkin, maka ketika sampai di acara, yang baru hadir adalah panitia penerima, para peserta diskusi ternyata belum hadir. Sehingga cukup lama menantinya.
Ketika akhirnya ada orang yang hadir juga, maka untuk menghindari kesunyian terjadilah perkenalan dan obrolan singkat. Jadi kami sama-sama belum tahu dan kenal sebelumnya. Ya seperti biasa, kalau ditanya aku khan menjawab bekerja sebagai dosen. Beliaunya juga memperkenalkan diri dan menyatakan status bahwa nantinya juga peserta yang sekaligus memberikan uraian ke depan pada acara tersebut. Yah pokoknya ramai saja.
Eh di tengah perbincangan tersebut, meskipun di awal aku sudah memperkenalkan diri sebagai dosen, teman berbincang yang baru dikenal ini bertanya lagi : “apa pekerjaan saya selain dosen”.
Saya dosen saja pak, dosen full-time. Bapaknya heran, bahkan bercerita beliaunya punya kenalan dosen di perguruan tinggi lain, yang selain dosen juga punya pekerjaan sebagai konsultan. Tentu untuk itu aku menegaskan bahwa aku tidak seperti teman beliau yang merangkap jabatan (pekerjaan), aku hanya mengajar saja di kampusku. Eh ternyata masih saja terlihat heran, seperti tercermin pada pertanyaan berikutnya yang menyusul : “Bapak ngajar saja ya ?“.
Saya berpikir, pasti di dalam benak teman baruku itu, ada kesan bahwa menjadi dosen itu tidak mencukupi untuk hidup. Atau bisa juga pendapat bahwa dosen itu hanya sekedar pekerjaan sampingan. Itu mungkin masih menjadi pendapat umum masyarakat kita khan. Padahal kenyataannya, profesi dosen sudah dianggap dan ditetapkan oleh pemerintah sebagai salah satu profesi yang diakui negara, sebagai suatu profesi yang mandiri seperti halnya dokter atau pengacara. Bapak, teman baruku itu pastilah tidak mengetahuinya.
Bapak itu pasti juga akan heran, bahwa profesi dosen seperti halnya profesi guru, yaitu mendapatkan insentif tambahan khusus dari pemerintah, yaitu jika telah mendapatkan sertifikasi profesionalnya. Saya yakin, profesi bapak yang bertanya tadi pastilah tidak seperti itu, maklum bukan dosen. π
Itulah profesi dosen, yang bisa mengajar tidak hanya kepada murid di kampus, tetapi bisa juga kepada yang lainnya yang memerlukannya. Terus terang, aku bersyukur telah menjalani profesi sebagai dosen, karena menurutku sangat terhormat dan tidak mononton. Eh , . . . pikiranku buyar, ternyata hari semakin siang dan acara diskusi teknik segera dimulai, ini foto pembukaannya.
Prof. Anita Firmanti membuka acara
Masih banyak salah mengartikan profesi dosen, ya pak ?
SukaSuka
He, he, iya mas. Itulah saya menuliskannya. Semoga kedepannya akan semakin banyak orang yang mau secara profesional menjadi dosen. π
SukaSuka
Sampai sekarangpun saya masih membayangkan menjadi dosen, walau sudah beda dunia π
SukaSuka
Itulah bedanya bekerja hanya untuk cari uang atau untuk mengoptimalkan kehidupan dan mengembangkan diri serta mengembangkan orang lain. Kepuasan hidup tidak bisa dinilai dari cari uang, tapi hidup yang optimal, bikin hidup lebih hidup. Hehe… Maju terus Pak Wir!
SukaSuka
wah ini, perlu diluruskan π
SukaSuka
kurang pemahaman mungkin pak tentang jobdesc dosen. kalo kata mas di atas “perlu diluruskan” hhee..
Creative Artwork selesai posting kumpulan koleksi website design gratis untuk referensi
SukaSuka
Ping-balik: rencana seminar di UB – Malang, 10 Mei 2014 | The works of Wiryanto Dewobroto