Meskipun bekerja di lingkungan akademik, dan banyak bertemu teman-teman yang menggeluti bidang ilmu yang sama, structural engineering, tetapi ternyata kesempatan berdiskusi pada bidang ilmu tersebut, relatif jarang. Kalaupun bertemu, yang dibicarakan paling-paling tentang pernak-pernik kelakuan mahasiswa di kampus, bagaimana tentang mahasiswa yang aktif atau yang malas. Maklum, mahasiswa yang malas ujung-ujungnya jadi biang masalah menjelang ujian. Jadi mendengar pendapat dosen lain, menarik untuk dijadikan acuan menghadapinya. Topik pembicaraan umum yang lain, biasanya terkait dengan berita-berita yang lagi hangat, misalnya tentang gadget terbaru atau bahkan tentang berita politik juga, mulai dari bu Atut sampai pak Jokowi.
Kemarin kondisi di atas ternyata agak berbeda, maklum ada acara pra-sidang, yaitu acara evaluasi progres “tugas akhir” mahasiswa. Pada acara tersebut, hadir dosen pembimbing “tugas akhir” dan dua dosen senior di bidang ilmu yang sebidang (sesuai materi tugas akhir). Nah karena ada tiga dosen di bidang ilmu sama berkumpul dan dikondisikan secara formal, maka setiap komentar dan tanggapan dapat dijadikan pemicu untuk terjadinya diskusi ilmiah. Meskipun tujuan awal acara adalah untuk mengevaluasi kompetensi mahasiswa (peserta tugas akhir), tetapi adanya diskusi antar dosen maka antara sadar atau tidak sadar, acara tersebut juga merupakan sarana untuk mengevaluasi kompetensi dosen-dosennya. Itu tentu disadari benar oleh dosen-dosennya, sehingga setiap pertanyaan yang diajukan mereka ke mahasiswa, sebisa mungkin jangan sampai mempertanyakan atau meragukan suatu kompetensi dari dosen lain yang hadir. Kalau itu sampai terjadi, maka yang menjawab bukan mahasiswa tugas akhir tetapi dosen pembimbingnya. Jika tidak hati-hati, jadilah perdebatan, seru !
Situasi yang dimaksud, terjadi kemarin.
Topik tugas akhir yang diambil adalah tentang struktur baja. Tahu sendiri, dosen di bidang struktur di UPH yang mendalami struktur baja khan tidak banyak. Jadi ketika kemarin dalam presentasi mahasiswa tercantum kategori balok secara detail, yaitu “balok lentur” dan satunya lagi “balok tinggi” atau deep beam. Ternyata terjadilah diskusi yang menarik.
Adalah fakta, bahwa meskipun dosen yang hadir cukup senior, dan mereka telah menggeluti bidang struktur cukup lama, ternyata pemahaman menyangkut istilah deep beam sendiri bisa berbeda-beda.
Stop dulu ya. Sampai di sini apakah anda paham nggak dengan istilah di atas. Maklum, kalau hal itu ditanyakan kepada dosen struktur maka tentunya untuk menjawab : nggak tahu, pastilah malu. Jadi pasti akan dijawab ya, saya tahu.
Jika ditanyakan lebih lanjut, apa itu deep beam, maka ternyata masih saja ada yang menjawab bahwa hal itu terkait dengan balok-balok yang relatif tinggi ukurannya, yang kalau di struktur baja identik dengan plate-girder atau khususnya built-up beam. Adapun profil-profil pabrik yang umumnya hot-rolled adalah bukan deep beam tetapi balok lentur (meskipun ukurannya relatif tinggi juga).
Nah memang begitu khan pak Wir, apa sih masalahnya ?
Wah, kalau anda bertanya seperti itu, maka anda termasuk yang bermasalah. Dalam hal ini berarti anda belum tahu apa itu deep beam dalam pengertian rekayasa struktur. 😀
Tapi nggak usah kecil hati, maklum analisa struktur tentang balok (beam) yang diajarkan di level S1 memang sebagian besar pastilah bukan balok tinggi (deep beam) tetapi akan membahas tentang balok lentur.
Istilah deep beam atau balok tinggi itu sendiri muncul jika anda membaca secara cermat peraturan perencanaan struktur beton, baik SNI Beton (Indonesia) maupun ACI 318 (Amerika). Jika anda belum pernah membaca secara tuntas peraturan yang dimaksud maka masih saja dimungkinkan anda mengetahuinya karena mungkin saja dijadikan bahan diskusi oleh dosen struktur beton anda. Jika kedua hal itu tidak anda dapatkan, maka wajar jika anda tidak tahu. 😦
Materi balok di kurikulum struktur beton di level S1 khan termasuk balok lentur dan bukan balok tinggi. Begitu khan pak Wir.
Betul, materi balok pada kurikulum struktur beton di level S1 adalah balok lentur, dimana tinggi penampang dibanding bentangnya relatif kecil sehingga ketika dibebani maka perilaku lentur yang dominan. Itulah mengapa pada perencanaan penampang balok beton, maka tulangan tariknya dapat dianggap sebagai kopel tarik dan sisi desak beton sebagai pasangannya, yaitu kopel tekan.
Mana sih pak di peraturan beton yang membahas tentang balok tinggi (deep beam).
Penasaran ya, kalau begitu baca concrete code ACI 318 pasal 10.7, juga pasal 11.7. Itu sangat berguna untuk mendesain pile-cap, dan semacamnya. Salah satu metode unggulan untuk menyelesaikan kasus balok tinggi adalah “strut-and-tie model”.
O hanya diskusi tentang balok tinggi yang beton ya pak. Kalau nggak salah materi strut-and-tie model khan sudah lama, itu khan ada di Appendix A dari ACI 318 sejak edisi tahun 2002. Gitu khan pak.
Wah, wah kalau yang tanya ini pasti sudah familier deh. Sudah tidak ada yang dibingungkan. Sama seperti dosen senior yang satunya, yang memang menguasai materi beton. Meskipun menguasai tentang hal itu, ternyata beliau juga memberi komentar bahwa nggak perlu mengungkapkan itu (tentang balok tinggi) pada pembahasan tentang struktur baja, toh strateginya penyelesaiannya seperti pada struktur beton.
“Apa yang sama pak“, tanyaku ke beliau tentang pernyataan yang disampaikan. “itu lho, perencanaan balok tinggi pada baja khan seperti pada struktur beton“, jawab beliau mantap, “seperti pada ACI“, beliau menambahkan.
Suatu ungkapan yang penuh keyakinan. Bagi awam, pernyataan tersebut tentu akan dijadikan suatu referensi keilmuan, maklum kompetensi beliau di struktur beton memang tidak diragukan. Tapi di bidang struktur baja, rasa-rasanya perlu ditanggapi, maklum fakta yang aku ketahui tidak seperti itu. Kira-kira begini penjelasanku.
Uraian tentang “balok tinggi” dan “balok tidak tinggi” tidak secara langsung dapat dilihat dari tingginya balok, tetapi juga harus dikaitkan dengan panjang bentangnya. Jadi rasio h/L (tinggi balok dan panjang bentang balok) menentukan suatu struktur balok dapat dikategorikan sebagai “balok tinggi” atau “balok tidak tinggi” (balok lentur). Bagi orang struktur, seperti aku ini, maka kriteria itu perlu diketahui agar metode perencanaan yang digunakan adalah sesuai. Memang sih, hampir semua balok yang dijumpai atau digunakan pada konstruksi, umumnya masuk dalam kategori balok lentur.
Pernyataan atau definisi balok tinggi di atas adalah berlaku umum, tetapi itu menjadi penting pada struktur beton. Maklum pembuatan atau tepatnya proses konstruksi “balok tinggi” dan “balok lentur” (balok biasa) tidak ada perbedaan signifikan. Jadi sangat dimungkinkan orang membuat balok tinggi tetapi direncanakan seperti perencanaan balok lentur. Itulah mengapa pada peraturan ada rincian lengkap tentang itu.
Hal berbeda terkait pada balok pada struktur baja, yang umumnya terdiri dari profil I. Nah jika bentuk penampang balok memakai profil I atau profil H maka jelas proses pembuatan antara balok tinggi dan balok lentur agak berbeda. Bahkan dapat saja dinyatakan secara tegas bahwa pada struktur baja tidak dikenal strategi perencanaan balok tinggi atau deep beam seperti yang terdapat di struktur beton.
“Iya pak. Konsep perencanaan profil baja I yang ukurannya tinggipun mengikuti konsep perencanaan balok lentur dan bukan balok tinggi“, begitu penjelasanku pada dosen senior yang tidak menggeluti struktur baja itu. Bahkan kutambahkan juga, karena asumsi itu pula maka jika digunakan atau ditemukan profil I yang tinggi, maka pasti hanya digunakan pada balok yang bentangnya cukup besar sedemikian sehingga rasio h/L menjadikannya sebagai balok lentur. Jika ternyata tidak seperti itu, maka dapat dipastikan ada masalah pada web-nya, yaitu bagian tersebut akan tidak efisien dalam pemakaiannya. Lalu . . .
Lalu apa lagi pak.
Untuk penjelasan lebih detail dan juga banyak gambar-gambar untuk illustrasinya maka silahkan saja nanti baca buku “struktur baja” yang aku tulis. Terus terang, tentang deep-beam pada struktur baja memang tidak dibahas di bukunya Segui, apalagi buku-buku baja yang berbahasa Indonesia. Sabar ya nanti saya jelaskan panjang lebar.
Dear P. Wir
Bener loh p. Wir, sejauh yang saya tahu belum pernah dibicarakan mengenai Deepbeam dalam Konst. Baja. Melainkan yang mirip dengan itu kita sebut dengan Tapered beam atau Baja PEB ( Istilah umum) . Penggunaan jenis Profil ini hanya pada Black steel lembaran dan HRS yg dimodifikasi. Prinsipnya adalah mengurangi Volume berat baja dengan menggunakan Deep beam steel ( ???) untuk penampang dengan Tegangan yg besar serta sebaliknya. Mungkin ini yang dimaksud Deep beam baja pak. Tapi ini beda banget dengan Deepbeam bila membaca ACI konstr. beton.
Pada Konst. Baja kedua bentuk Deep beam atau Short beam cara menghitungnya sama saja ( Tanya P. Wir yg lebih tahu deh) . Hanya pada Deepbeam diberi perkuatan untuk mencegah gejala Tekuk Lokal menggunakan Plat Stiffener berjarak tertentu . Awal cara perhitungannya dimulai dengan menghitung Cb . dst dst dst.
Icon gambar terlampir adalah contoh Kolom Baja Deep beam dengan dimensi Tebal Plat baja 1.2 mm, Tinggi Web 1500 mm sedangkan sayap 800 mm. Bisa dilihat di Bandara Pondok Cabe markas TNI AL.
Semoga bermanfaat
Salam
Eddy waluyo
SukaSuka
@Eddy
Deepbeam yang anda maksud, lebih banyak mengarah pada tampilan fisik luarnya saja. Sedangkan deepbeam yang saya utarakan lebih mengacu pada perilaku struktur yang berbeda. Jadi jika “balok” atau bisa juga “balok lentur” maka strategi perencanaannya disusun didasarkan oleh perilaku lenturnya. Kondisi itu hanya bisa dicapai jika h/L relatip kecil sehingga pemodelan sebagai elemen 1D sudah mencukupi.Adapun “deepbeam” atau “balok tinggi” memerlukan strategi perencanaan yang berbeda, karena perilaku geser yang dominan. Itu terjadi jika h/L relatif besar sehingga pada perencanaan str beton, itu dapat didekati dengan pemodelan 2D (plane stress).
Sekali lagi saya tegaskan, strategi perencanaan deepbeam seperti pada struktur beton, tidak dijumpai atau tidak dikembangkan pada perencanaan struktur baja. Risetnya saya kira juga tidak banyak dijumpai (untuk studi S3 menarik ini). Saya juga heran kenapa riset yang membahas soal ini masih sangat jarang (saya belum ketemu) tetapi kalau dari kaca mata praktisi (pendapat pribadi) itu terjadi karena solusi dengan mengganti balok profil I menjadi rangka batang (truss) dapat secara efektif menyelesaikan masalah. 😀
He, he, perlu bukti ilmiah.
SukaSuka
Dear Pak Wiryanto Dewabroto
Boleh dong pak, kapan kapan membahas mengenai taapered beam 🙂
SukaSuka
tapered beam ya dik.
Awalnya tapered beam adalah dimaksud untuk menyesuaikan “kekakuan lentur penampang” (Inersia Momen) terhadap distribusi bending momen yang terjadi. Misalnya untuk balok simple beam di atas dua tumpuan sederhana (sendi-rol), dimana momen terbesar di lapangan dan di tumpuan adalah nol. Untuk balok lentur maka gaya geser tentu tidak dominan, oleh karena yang menentukan adalah momen, dan yang terbesar adalah ditengah maka dibuatlah “tapered beam” dimana di bagian tengah lebih besar dari bagian tepi.
Untuk balok statis tertentu, seperti simple beam tersebut, maka proses analisis (untuk mencari gaya / momen) dapat terpisah dari proses desain (check penampang / geometri). Tapi untuk statis tak tentu tentu tidak demikian adanya. Maklum, kekakuan balok (tapered beam) mempengaruhi gaya-gaya yang terjadi. Untuk itu maka perlu proses trial-and-error.
O ya, untuk desain tapered beam, di AISC koq saya belum lihat ya.
SukaSuka
Terima kasih Pak, moga suatu hari nanti, kita bisa bertemu Pak 🙂
SukaSuka
Oya Pak Wir, pada project trade centre yang sedang saya kerjakan menggunakan balok Castella dengan bentang s/d 10 meter. Tinggi balok yang saya dapat 1350 mm. Apakah termasuk deep beam? Terimakasih
SukaSuka
balok castella cocok untuk balok lentur, seperti misalnya balok bentang panjang. Jika bentangnya hanya 10 meter dan bahkan perlu sampai tinggi 1350 maka tentunya gaya geser dominan.
Untuk gaya geser maka yang akan bekerja mengalihkan gaya tersebut adalah web atau badan. Padahal kalau castella khan dilobangi atau ada pelemahan pada bagian tersebut. Jika desainnya pakai F.E.M, maka ok-ok saja karena dapat memprediksi detailnya, tetapi jika didesain berdasarkan prosedur yang umum, maka jelas pelemahan tersebut tidak akan terdeteksi. Hati-hati.
O ya, tambahan sistem castela anda pasti kalah efisien dibanding kalau digunakan sistem truss (rangka batang). Yakin deh, ini sih nggak perlu studi lagi.
SukaSuka
Terimakasih Pak Wir atas jawabannya.
SukaSuka
Ping-balik: cuplikan dari buku Struktur Baja yang akan terbit | The works of Wiryanto Dewobroto
Ping-balik: respons pembaca buku Struktur Baja | The works of Wiryanto Dewobroto
Permisi Pak Wir saya mahasiswa t.sipil bisa recomendasi untuk buku perancanaan balok castela. untuk Tugas Akhir saya Terimakasih sebelumnya
SukaSuka