Baru saja saya tanyakan kemarin tentang kriteria “karya seorang profesor”. Berbagai pendapat telah diberikan, dan kelihatannya terlalu banyak yang diharapkan dari seorang yang bergelar profesor. Selanjutnya tentu anda-anda ingin tahu bagaimana pendapatku.
Terus terang sebagai orang yang mengenal cukup banyak profesor, berinteraksi dan juga merasa hidupnya dipengaruhi benar oleh kehadiran profesor-profesor tersebut tentunya ingin sedikit sharing mengenai apa yang disebut “karya seorang profesor”.
Profesor adalah gelar tertinggi yang merupakan pengakuan, baik dari universitas dan negara bahwa yang bersangkutan mempunyai kapasitas sebagai maha guru bagi suatu bidang ilmu tertentu yang menjadi bidang kompetensinya. Diharapkan banyak bahwa yang bersangkutan menjadi pengarah, pembimbing dan juga contoh atau teladan bagi orang lain untuk bersama-sama mengembangkan pokok ilmunya. Jadi yang bersangkutan diberi gelar profesor agar dapat mulai berkarya lebih intensif pada hal-hal tersebut, yaitu keilmuan.
Pemikiran : Jadi sangatlah aneh, jika keberadaan profesor langsung dapat dikaitkan dengan kemajuan suatu bangsa. Karena untuk maju perlu komponen-komponen lain dan tidak dapat berdiri sendiri. Oleh karena ada pemahaman bahwa profesor juga ahli di mana-mana maka kita bisa melihat bahwa banyak yang berusaha memperoleh status tersebut sebagai tiket untuk meraih kekuasaan di luar bidang pengembangan ilmunya, jadi masuk ke wilayah praktis. Yang bersangkutan sukses (dapat kaya raya) tetapi tanggung jawabnya sebagai pengembang ilmu menjadi terlantar.
Jadi seorang diangkat jadi profesor, tetapi tidak ke kampus atau dalam lembaga keilmuan tentu adalah sia-sia belaka. Saya yakin jika itu ada, maka lebih diutamakan kepada gagah-gagahan, atau untuk menakuti-nakuti orang awam untuk menunjukkan bahwa dia adalah orang pandai sehingga pendapatnya harus dituruti. Pendapatnya yang mana, yang jelas bukan untuk bidang keilmuannya tersebut. Itulah yang saya lihat banyak dijumpai di Indonesia, khususnya di daerah-daerah yang mana komunitas profesornya relatif masih sedikit, sehingga kalau nyleneh nggak terlalu kelihatan. Anda tahu khan yang saya maksud.
Agar bisa menjadi pengarah, pembimbing dan contoh maka yang bersangkutan harus bisa berinteraksi dengan individu-individu yang mau minta pengarahan, atau pembimbingan dan memberi contoh-contoh. Akan sangat baik, jika contoh yang diberikan adalah berupa karya fisik yang sudah jadi, sehingga orang awam dapat melihat dan memegang serta menirunya dengan mudah. Tetapi biasanya itu tidak mudah. Interaksi yang dimaksud bisa secara lesan, yaitu dengan mengajar di kelas, konsultasi langsung, dan juga tertulis, yaitu dari karya tulisnya yang berupa makalah ilmiah di jurnal-jurnal maupun bukunya yang beredar luas.
Interaksi secara lesan adalah sangat terbatas, dibatasi oleh waktu dan jumlah peserta yang dapat berinterkasi. Sedangkan interaksi secara tertulis, yaitu dengan membaca karya-karya tulis yang dibuat maka prosesnya akan lebih luas, tidak dibatasi oleh waktu dan menjangkau peserta (pembaca) yang jumlah kadang-kadang tidak terhitung. Oleh karena itu karya profesor yang berupa buku akan mempunyai bobot yang lebih tinggi dibanding yang lesan. Itu jelas, karena karya tulis akan lebih konsisten dibanding dengan lesan, sehingga karena tidak bisa ngeles maka pembuatan karya tulis tentu lebih banyak dibutuhkan enerji dan pikiran.
Jika sebelumnya saya banyak menceritakan interaksi saya dengan profesor promotorku secara lesan, yaitu dalam acara-acara pembimbingan maka perlu juga saya ungkapkan juga karya profesor promotorku dalam bentuk buku. Ini sangat perlu saya ungkapkan, bayangkan saja pada usia beliau yang sudah sepuh, beliau saat ini berusia sekitar 75 tahun. Sehingga banyak juga yang meragukan, apakah dalam usia sekian masih produktif dan tidak pikun sebagaimana orang-orang lain pada usia yang sama. Menurutku tidak ada sama sekali kepikunan, khususnya tentang tugas utamanya sebagai profesor, bahkan saya melihatnya beliau pada masa-masa produktifnya dalam akal budi. Itu dibuktikan dengan diterbitkannya buku beliau terbaru sebanyak 384 halaman, yang berjudul:
Teknologi di Nusantara – 40 abad hambatan inovasi.
penerbit Salemba Teknik
ISBN 978-979-9549-25-9
Dengan terbitnya buku ini maka beberapa pertanyaan yang meragukan apakah beliau masih mampu melakukan pembimbingan dengan benar tentunya terjawab sudah. Bahwa jika beliau masih mampu berkarya sebagaimana para ilmuwan lainnya, tentunya tidak diragukan lagi tentang kemampuannya dalam memberikan pembimbingan khususnya sebagai promotor disertasiku saat ini.
Tulisan beliau tentang teknologi nusantara saya kira adalah suatu tulisan yang berat, karena sifatnya lebih luas dibanding jika hanya sekedar bercerita tentang bidang keilmuan teknik sipil yang merupakan bidang keahlian yang sangat dikuasainya. Berat dalam arti keluasan wawasan dan pengetahuan yang diperlukan agar karya tulis tersebut bermanfaat dan diakui keberadaannya.
Itu semua dimungkinkan karena memang pengalaman beliau yang segudang, yang mana jika didaftarkan sebagian adalah sebagai berikut:
- anggota dan ketua dari berbagai komisi penelitian dan teknologi di kalangan Direktorat Pendidikan Tinggi, maupun lembaga nasional seperti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, sejak 1990 sampai masa purnabhaktinya
- anggota Senat Guru Besar ITB, 1991-2002
- ketua Senat Guru Besar ITB, 2000-2001
- dekan FTP, ITB, 1989-1996
- anggota komisi Indonesian Toray Science Foundation serta Habibie Center
- Executive Committee Members APSA (Asian Planning School Association) dan pernah jadi presiden di tahun 1977
- anggota Advisory Committee onf Science and Technology, Islamic Development Bank, Jeddah, Saudi Arabia, sejak tahun 2000 – sekarang
- anggota dari Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, sejak 2002
- Academy Professorship Indonesia (API) Selection Committee
- dan juga pengalaman beliau sebagai promotor doktor yang sekarang telah menjadi profesor-profesor juga di Indonesia, antara lain : Prof. Wiratman Wangsadinata, Prof. Aziz, siapa lagi ya.
Beberapa pernyataan beliau di buku tersebut cukup menarik, beberapa yang dapat diungkap adalah
- bahwa budaya bangsa ini dahulu kala memang bukan budaya sain, itu dibuktikan karena penulisnya tidak menemukan artefak tertulis yang mengindikasikan terjadinya kegiatan sain di Asia Tenggara. Bahkan meskipun dijumpai candi-candi yang hebat, tetapi penulis yang ahli dalam bidang mekanika tidak melihat diterapkannya prinsip-prinsip sain dalam hal ini adalah mekanika pada karya besar bangsa Nusantara, yaitu dengan tidak diketemukannya komponen mekanika struktur seperti struktur pelengkung yang banyak dijumpai di jaman Yunani klasik. jadi yang digunakan orang purba Nusantara kita adalah sepenuhnya empirik berdasarkan pengalamannya pada waktu membangun tersebut.
- penulis juga melihat bahwa tradisi yang ada pada umumnya meremehkan sain dan ilmu pengetahuan dalam kehidupan bermasyarakat
- Masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera yang biasa dikumandangkan sebagai tujuan yang ingin dicapai bangsa Indonesia hanya dapat dicapai melalui pengembangan dan penerapan teknologi, sebagaimana saat ini telah diperagakan oleh negara-negara maju.
Wah pokoknya banyak pernyataan-pernyataan yang baru diungkap pada buku tersebut.
Oleh karena itu jangan sampai ketinggalan untuk memilikinya, untuk mengetahui lebih banyak lagi apa-apa yang menjadi pemikiran beliau tentang teknologi di Nusantara ini.
Berita lain yang terkait
- berita ITB : Diskusi Teknologi Nusantara Bersama Profesor Sahari Besari
- Oemar Bakrie’s blog : Buku Prof. Sahari Besari
- majalah Angkasa : Bila Indonesia ke Bulan
- berita ITB : SEMINAR SEHARI 70 TAHUN Prof. M. SAHARI BESARI
Interaksiku dengan beliau
- konsultasi disertasi – Maret 12, 2008
- kandidat dan promotornya – Juni 2, 2007
- Ujian UP di UNPAR – April 25, 2007
- Mengapa berkeinginan meraih gelar Ph.D ?
jawaban tertulis atas pertanyaan Prof. Sahari
pada Ujian Kualifikasi di UNPAR – Februari 24, 2006
G’day Pak Wir.
Ini kok ya kebetulan, setelah baca posting Bapak yang kemarin ttg Prof itu, kok tiba-tiba ada teman titip buku untuk dibawakan pulang. Eh ternyata ada lho karya buku oleh Prof yang disebut kemarin, hasil googling ISBN-nya disini.
SukaSuka
Salam kenal Pak Wiryanto, sukses terus dengan karya-karya anda …
SukaSuka
G’day Pak Wir.
Ntar kalo pengukuhan Prof Wiryanto, saya diundang ya. 😀
SukaSuka
Ping-balik: closed examination « The works of Wiryanto Dewobroto
Yth Pak Wir, masih suka bertemu Pak Sahari?, apakah beliau active ber-e-mail? tolong infonya… trims
SukaSuka
saya menginginkan buku teknologi nusantara :40 abad hambatan inovasi karya prof Sahari Besari, tetapi kami cari buku tersebut di Yogya dan Solo sudah tidak ketemu . Dimana kami bisa menemukan buku tersebut untuk membeli kami mohon informasinya. matur nuwun
SukaSuka