Dalam menyelesaikan disertasiku tempo hari, maka keberadaan internet adalah sangat signifikan. Bagaimana tidak, jurnal-jurnal terbaru yang kujadikan referensi utama dalam meyakinkan pengujiku adalah dari internet. Ketika itu bulan april-juni 2007, saat proposal risetku diajukan, referensinya adalah jurnal Elsevier bulan feb 2007, jadi karena referensinya dapat dianggap sangat up-to-dated , maka pantaslah kalau pelaksanaannya mak nyuss.
Jika mau dihitung-hitung, penelitian efektifnya cuma dua tahun. Sisanya khan aku pakai buat nulis buku. π
Dalam memanfaat internet, aku hanya aktif memakai Google dan WordPress, yang pertama untuk nyari artikel, sedang yang satunya adalah untuk nulis artikel. Sama-sama artikel, tapi jangan kaget, jurnal di atas yang aku ceritakan tidak aku peroleh dari Google, tetapi karena aku pakai WordPress. Dari blog ini, karena ada yang mau membantu sharing , berbagi kepadaku. Trims ya para pembaca, semoga Tuhan memberi balasannya.
Note : apa itu akibat dari konsep “banyak memberi, banyak menerima” ya.
Lanjut….
Selama ini yang aku kenal adalah Google mesin pencari biasa yang canggih.
Selanjutnya, ketika membaca komentar-komentar dari pembaca blog, ternyata ada yang menjagokan Google Scholar. Bahkan dari komentar yang disampaikan terlihat bahwa fasilitas tersebut dapat digunakan untuk mengukur kualitas profesor. Itu pendapat gre, pemberi komentar tersebut. Ini komentar yang dimaksud :
kalo di negara2 barat, . . . . . . . . prof mampu menarik funding owner untuk invest di bidang risetnya.
di Indonesia, saya rasa masih jauh seperti itu. gelar prof lebih ke arah gengsi2an. silahkan saja google scholar prof yang anda kenal, gak mustahil hasilnya nihilβ¦
Menarik sekali khan. Kalau membaca pernyataan saudara gre, maka dapat disimpulkan bahwa jika profesor namanya dapat ditampilkan dengan google scholar tersebut maka gelarnya bukan sekedar gengsi-gensian. Atau bahkan jika bisa tampil maka mestinya kualitasnya sama dengan profesor yang bermutu versi sdr. Gre. Betul begitu sdr gre ?
Dengan cara pemikiran seperti itu, maka sebelum aku cari nama-nama profesor yang aku kenal, maka aku akan cari namaku sendiri, yaitu Wiryanto Dewobroto memakai google scholar tersebut, gimana pendapatmu. Ada khan, padahal belum profesor lho. π
Ini aku ingin cari tahu, profesor-profesor yang aku kenal via google scholar, silahkan dilihat :
- Prof Wiratman Wangsadinata
- Prof Harianto Hardjasaputra
- Prof K.H Reineck
- Prof Irwan Katili
- Prof Sahari Besari
- Prof Paulus P. Rahardjo
- Prof. Yoyong Arfiadi
Ternyata ada semua lho di Google Scholar, kalau nggak percaya klik sendiri aja nama-nama tersebut.
Jadi kalau begitu, apakah itu berarti profesor-profesor kenalanku tersebut mempunyai mutu seperti yang didefinisikan oleh sdr gre pada komentar di atas, atau bisa juga anggapan sdr gre terlalu berlebih. Artinya Google Scholar hanya mesin searching biasa, yang tidak dapat digunakan untuk mengklasifikasi mutu seorang profesor. Kalau bisa sih aku sih seneng-seneng saja, karena profesor temanku sejawat dan namaku sendiripun dapat dicari dari Google Scholar. π
Namaku juga ada di Google Scholar lhooo…. cari saja RETNO SUSILORINI
SukaSuka
Maksudnya tentu produktivitas akademik dan impact factornya, meskipun untuk internal Indonesia justru malah tidak terlacak. Mungkin bisa lebih bagus jika menggunakan ISI atau SCOPUS sebagai ukuran.
SukaSuka
terima kasih komentar saya dijadikan posting.
berarti prof di sekitar anda, benar2 berkualitas. selamat !!!
saya tahu Prof Sahari Besari yg punya kebiasaan mengoreksi textbook asing /buku ajar yg dipakainya di kelasnya dan selanjutnya memberi koreksi di kesalahan2 textbook tsb.
sangat jarang dosen seperti itu.
Berkaitan google scholar, manfaatnya cukup terasa. selain mencari paper sekalian buat mengecek “tingkat publikasi” lecturer/researcher. boleh saja punya banyak paper tapi kalo sedikit yg men-cite. hmm… apa kata dunia ? π
SukaSuka
Halo Pak Wiryanto yang produltif:
Tidak sengaja saya masuk ke halaman ini.
Dari jawaban Pak Wiyanto ke Ibu Retno ada yang perlu sedikit diluruskan Pak. Kelihatannya jumlah ‘citation’ tulisan jurnal saya lebih banyak dibanding yang ditulis Pak Wir; dan ada pada beberapa jurnal. Silakan cek seperti saran Pak Wir.
Salam,
Yoyong
SukaSuka
Sebelumnya saya ucapkan terimakasih pak atas pentunjuknya yang lalu.
Pak saya pernah baca tugas akhir S1 untuk analisis angin dan gempa yaitu dengan Dihitung dulu statis tanpa angin dan gempa, kalau sudah ok dicek terhadap gempa lateral statis ekuivalen (20 % terhadap beban mati jembatan) di tower terutama di pertemuan kabel pada puncak tower, kemudian dibandingkan dengan pengaruh gaya angin lateral pada jembatan, kalau angin lebih kecil maka gempa statis ekuivalen lateral yang dominan menentukan. Kok bisa demikian ya pak?
Jembatan cable stayed untuk angin sebenarnya harus di tes dengan terowongan angin pak dengan membuat model skala kecil dan ini diluar lingkup skripsi saya karena mungkin merupakan pembahasan tersendiri. Dengan masalah seperti bagaimana solusinya ya pak?
SukaSuka