KP pada judul di atas adalah singkatan dari Kerja Praktek (KP), salah satu mata kuliah di Jurusan Teknik Sipil UPH, yang dapat diambil minimal setelah menempuh mata kuliah lain sebanyak 100 sks. Ini dimaksud agar mahasiswa yang akan mengambil mata kuliah KP telah punya bekal pengetahuan yang cukup di bidang rekayasa teknik sipil.

Berbeda dengan mata kuliah yang lain, mata kuliah Kerja Praktek tidak mempunyai acara untuk bertatap muka di depan kelas, yang ada hanya usaha mandiri mahasiswa. Jadi kalau dipikir-pikir mengikuti mata kuliah tersebut menjadi relatif mahal, maklum bayarnya SKS tetap tetapi tidak memakai ruang kelas (hemat tempat dan biaya listrik). 🙂

Usaha mandiri yang dimaksud adalah bahwa mahasiswa secara sistematis dan terencana (dikonsultasikan dengan dosen pembimbing) diminta memilih suatu proyek kerja praktek, minta ijin kepada pengelola proyek tersebut dan secara terencana melakukan kunjungan kerja proyek, yang lamanya setara dengan minimal 30 hari kerja.

Akhirnya, untuk proses evaluasi atau penilaian, mahasiswa peserta KP diminta untuk membuat Laporan Kerja Praktek, yaitu suatu laporan tertulis yang berisi pemaparan apa-apa yang dikerjakan selama kerja praktek, tentunya yang ada kaitannya dengan pengetahuan teknik sipil yang dipelajarinya selama ini. Setelah laporan tersebut selesai dan disetujui dosen pembimbing maka di akhir semester dilakukan ujian presentasi oral di depan kelas dengan penguji tiga (3) dosen senior (salah satunya adalah dosen pembimbing).

Saya dapat bercerita banyak tentang KP di Jurusan Teknik Sipil UPH karena selama bertahun-tahun ini diberi peran (ditugaskan) sebagai dosen pembimbing mata kuliah tersebut. Jadi selain mata kuliah Bahasa Pemrograman, Analisa Struktur, Struktur Beton, Struktur Baja, Komputer Rekayasa Struktur maka saya juga memegang mata kuliah KP. Dosen pembimbinglah yang selama satu semester atau lebih bertugas secara khusus mendampingi mahasiswa melakukan kerja praktek dan membimbingnya dalam segi penulisan laporan kerja praktek. Akhirnya pada saat evaluasi, dosen pembimbing ditambah dua dosen senior lain bertugas mengevaluasi laporan dan presentasi mahasiswa tersebut.

Adanya dua (2) dosen senior sebagai penguji KP maka diharapkan penilaiannya bersifat obyektif. Maklum materi yang dibahas tentang KP khan bisa berbeda-beda untuk tiap mahasiswa, jadi kadang bisa saja terkesan subyektif dalam penilaiannya.

Berkaitan dengan cara penilaian, karena dosen pembimbing telah melakukan pendampingan selama kerja praktek maka penilaiannya mendapat bobot 50% dibanding dua dosen penguji yang lain, yang masing-masing hanya 25%. Jadi cukup fair begitulah.

Dosen Pembimbing KP, apanya yang keren pak ?

Keren, lho koq sampai begitu mikirnya. ** mikir berat Mode ON**

Oke, aku dapat memaklumi, memang bagi dosen yang memegang mata kuliah utama di jurusan, seperti struktur beton atau struktur baja yang merupakan mata kuliah keahlian, maka dosen yang bersangkutan bisa membanggakan. Maklum dosen ahli begitu kesannya. Sedangkan dosen yang membimbing KP, apakah diperlukan keahlian khusus selain dapat mengevaluasi laporan yang dibuat mahasiswa. Betul nggak.

Yang namanya mengevaluasi laporan maka saya yakin semua dosen, apalagi yang bergelar S2 akan malu jika menyatakan “tidak bisa mengevaluasi laporan”. Jadi misalnya kalau ada sembarang dosen diminta menjadi pembimbing KP, apalagi bergelar S2 (ke atas) “pasti jawabannya bisa“. Jika demikian sebenarnya itu pertanda bahwa untuk mengelola KP pada dasarnya tidak diperlukan keahlian, tidak seperti dosen penanggung jawab mata kuliah struktur beton atau baja. Betul nggak. Coba saja lihat, siapa dosen penanggung jawab KP di institusi tempatmu belajar. Bahkan ada yang bahkan tidak perlu dosen pembimbing, cukup asisten yang mengechek kelengkapan administrasi mahasiswa dalam menjalankan KP, seperti misalnya absensinya, surat tanda selesai KP dari proyek, dan selanjutnya setelah melalui presentasi di depan kelompok mahasiswa dan dosen maka KP dianggap selesai. Lulus.

Ada nggak yang seperti itu. Katanya yang penting adalah mahasiswanya telah KP.

Kondisi itu jelas tidak terjadi di UPH. Memang sih, ketika awal-awal aku dulu memegang mata kuliah KP mungkin kondisinya hampir mirip seperti itu. Meskipun untuk itu aku adalah dosen pembimbing, bukan asisten, tetapi cara kerjanya kelihatannya mirip-mirip asisten. Tugasku dulu hanya melihat kelengkapan administrasi KP, juga kalau melihat laporan mahasiswa maka yang penting adalah mengecheck format laporan KP. Jika sudah sesuai petunjuk yang diberikan maka selesailah. Penilaian hanya didasarkan pada presentasi, jika mahasiswa PEDE maka nilainya baik, jika tidak maka tentu juga sebaliknya. Bahkan jika mau jujur maka content Laporan KP hampir mirip-mirip satu sama lain. Ya gimana lagi, kalau kontraktornya sama maka pengelolaan proyeknya juga hampir sama, itu khususnya di Bab2 yang berisi data administrasi dan spesifikasi teknik proyek. Jika setelah selesai, laporan KP cukup ditumpuk begitu saja, tidak menarik untuk dibaca apalagi dijadikan bahan cerita di blog. Apanya yang menarik, pasti hanya gitu.

Itu dulu. Sekarang setelah dosennya bertransformasi juga menjadi seorang penulis maka ceritanya jadi lain. Tahu khan maksud dan tujuan diadakan KP bagi mahasiswa,  yaitu untuk menambah wawasan mahasiswa tentang kondisi nyata pekerjaan rekayasa teknik sipil di lapangan. Agar mahasiswa mendapatkan masukan yang memperluas pengetahuannya sebelum nantinya terjun ke masyarakat. Itu khan ideal sekali bukan. Tetapi yang namanya wawasan yang baik, khan tidak setiap yang ada di proyek patut menjadi contoh, tidak mesti apa yang memang terjadi lalu dapat ditiru. Bahkan tentu saja tidak diharapkan ada komentar dari mahasiswa bahwa apa yang terdapat di bangku kuliah ternyata tidak sama dengan yang di proyek. Jadi yang di bangku kuliah itu hanya teori saja. Omong kosong.  Kondisi itu khan jelas tidak bisa diterima, jika itu terjadi maka jelas tujuan diadakan KP khan jadi kontra produksi.

Siapa yang bertanggung jawab itu. Ya dosen pembimbing KP. Jadi menjadi dosen pembimbing KP tidak boleh hanya sekedar mengechek kelengkapan administrasi, tetapi juga membimbing dan mengarahkan mahasiswa KP agar maksud dan tujuan diadakannya KP dapat terwujud.

Agar dapat mengarahkan dan membimbing dengan baik maka jelas diperlukan kompetensi yang tidak sederhana. Bisa-bisa itu all-in sifatnya, coba saja perhatikan hal-hal sebagai berikut :

  • Membaca dan menulis. Ini jelas kompetensi standar yang harus dipunyai seorang pembimbing KP. Membaca jelas, tetapi mengapa menulis juga diperlukan, padahal dosennya khan nggak perlu menulis. Itu komentar umum tentang diperlukannya kompetensi menulis. Jika sekedar hanya bisa membaca maka bisa saja itu digunakan untuk mengevaluasi, tetapi agar bisa mengarahkan pada tata penulisan yang baik maka jelas dosen yang bersangkutan harus bisa memberi contoh bagaimana menulis dengan baik. Kalau dirinya sendiri tidak bisa menulis dengan baik, maka bagaimana cara dianya membimbing mahasiswa dalam soal kepenulisan. Pasti sia-sia saja, kalau membimbing paling-paling hanya mengechek kesalahan ejaan atau salah ketik saja. Jelas-jelas tidak bisa menyalahkan suatu content tulisan yang telah dibuat, kenapa, karena juga tidak tahu cara penulisan untuk content yang benar. Jadi kalau dosennya tersebut juga seorang penulis, tahu sendiri khan.
  • Kompetensi profesional di bidang struktur / konstruksi. Ini diperlukan agar dosen pembimbing tahu bahwa apa yang dilihat atau dilaporkan mahasiswa adalah sudah benar, atau bisa juga sudah lengkap. Kalau dosennya sendiri tidak mempunyai perbendaraan pengetahuan konstruksi maka tentunya tidak bisa memberi arahan ke mahasiswa, bisa-bisa semua informasi yang didapat di lapangan akan ditelan bulat-bulat oleh mahasiswa tersebut. Pengalamanku sepuluh tahun di dunia konstruksi praktis sebelum menjadi akademisi ternyata menolong banget memahami hal ini, ditambah informasi-informasi terus menerus dari mahasiswa KP selama bertahun-tahun maka jelas situasi ini dapat berjalan dengan lancar.
  • Motivator dan mempunyai cara pandang berpikir terbuka yang dinamik. Ini ternyata juga menjadi faktor penting. Bayangkan saja, KP khan sifatnya individu, tiap mahasiswa bisa berbeda-beda, baik dari segi kompetensi pribadi maupun juga proyek yang digunakan. Mengarahkan mahasiswa agar dapat melakukan KP dengan baik kadang-kadang tidak ada bedanya seperti seorang motivator. Tahu sendiri khan, agar dapat menjadi motivator yang baik maka yang bersangkutan harus punya mindset positip, teguh pada pendirian, tetapi tanggap dan mampu melihat sesuatu secara dinamik, tidak kaku. Yang penting di sini adalah bagaimana mewujudkan visi – misi diadakannya KP dan juga bagi kesuksesan (keselamatan) belajar mahasiswanya.

Jadi kalau melihat faktor-faktor di atas maka jelas menjadi seorang pembimbing KP adalah tidak gampang-gampang juga, khususnya jika dikaitkan dengan kualitas lulusan sarjananya . Itulah mengapa Jurusan Teknik Sipil UPH memberikan tanggung jawab tersebut kepada seorang Wiryanto. 🙂

** GeeR mode ON **

Adakah hal yang menarik tentang KP di UPH pak ?

Yang menarik ?  Ya jelas dong, semuanya khan harus menarik. Jadi saya meminta kepada para peserta KP bahwa apa yang mereka tulis di laporan adalah hal-hal yang dianggap menarik untuk diceritakan, jika tidak ngapain harus ditulis. Yah seperti ini saja, bagaimana saya menulis tentang KP sehingga menjadikannya ingin dibaca. Kalau tidak maka jelas-jelas tidak ada yang akan membacanya.

O ya, ada yang secara fisik menarik. Ini mungkin ada kaitannya dengan faktor ke-3 di atas, yaitu tentang motivator dan cara berpikir terbuka yang dinamik. Begini dik, umumnya proyek untuk kerja praktek yang dipilih anak-anak UPH adalah proyek-proyek yang dekat kampus, nggak mau jauh-jauh, dan itu umumnya adalah proyek gedung bertingkat. Ada juga sih yang mengambil proyek jembatan, di Suramadu misalnya, waktu itu ada tiga orang yang KP di sana. Bayangkan saja, mereka ke sana itu atas biaya sendiri, mereka mau karena termotivasi ingin mendapat pengalaman yang baru, meskipun untuk itu harus merogok kocek lebih dalam. Kondisi yang mirip juga baru saja terjadi, ada dua mahasiswa yang terinspirasi oleh dosen jembatan UPH, yaitu ibu Ir. Lanny Hidayat, MSi. Beliau ini adalah pensiunan dari departemen PU, pernah menjadi widyaiswara bidang jembatan, juga mantan subdit Jembatan, juga di balai Jembatan (Puslitbang jalan dan jembatan). Jadi ketika beliau di kelas dan menceritakan tentang kegiatan beliau ketika merencanakan meninjau jembatan di salah satu pelosok tanah air dan kemudian menawarkan kepada murid-murid, siapa yang tertarik melihatnya, ternyata ada mahasiswa di kelas tersebut yang menerima tantangan. Jadi ada yang tertarik ingin sama-sama ikut dengan dosennya untuk meninjau jembatan yang dimaksud.

Ketika hal tersebut ditanyakan kepadaku apakah kegiatan ini dapat dijadikan sebagai salah satu kegiatan KP, maka disinilah peran “berpikir terbuka dan dinamik”. Kenapa, karena hal seperti belum pernah dilakukan sebelumnya. Bayangkan adanya persyaratan 30 jam kerja di proyek ini perlu didefinisikan ulang.

Saya bilang ke mereka, kalau hanya kedatangan spot, pendek, misalnya hanya dua hari, maka jelas itu tidak bisa dijadikan suatu kegiatan kerja praktek. Jelas kurang, meskipun tempatnya jauh. Tetapi ketika mereka bercerita banyak, bahwa kegiatan yang dimaksud adalah serangkaian kegiatan untuk usaha peningkatan jembatan, maka itu dapat diterima. Untuk itu konsekuensinya, perlu datang berkali-kali, dan perlu waktu yang tidak sebentar. Untunglah, mahasiswa tersebut belum terdaftar mengambil KP semester ini. Jadi intinya, meskipun belum terdaftar mengambil KP tetapi kegiatan KP sudah berjalan di depan. Ini bisa terjadi karena yang diperlukan khan hanya konsultasi dengan dosen pembimbing dan meluangkan waktu untuk datang ke proyek.

Atas dasar pemikiran tersebut maka aku menyambutnya secara baik, yang penting agar mahasiswanya dapat menyusun skenario perjalanannya itu sebagai suatu kegiatan yang bertujuan. Tujuan yang dimaksud disini adalah inspeksi evaluasi jembatan existing secara viasulisasi dan dinamik (pakai alat). Ini merupakan kegiatan awal mula dimana nanti akhirnya dapat diambil keputusan bahwa jembatan tersebut akan ada proses peningkatan kapasitas, rencananya sih pakai external prestressing. Wah bagus khan, jadi ada KP tentang pemasangan hal itu di struktur jembatan. Aku sendiri belum pernah lihat langsung. Jadi jika mahasiswaku bisa melihatnya, maka dosennya juga berkesempatan untuk belajar. Inilah salah cara yang membuat kita selalu up-dated atau link-and-match dengan dunia di luar akademisi.

Nah itu adalah salah satu keuntungan kuliah di Jurusan Teknik Sipil UPH, dosen-dosennya memang dipilih istimewa. ** GeeR mode ON**.

Salah satu ya ibu ibu Lanny tersebut, beliau notabene sudah pensiun dari dinas PU sehingga berkenan untuk berbagi ilmu dengan mengajar mata kuliah jembatan di UPH, tetapi karena beliaunya ini memang istimewa maka wajar saja jika ternyata masih saja diminta untuk terlibat dengan proyek-proyek yang ditangani PU (biro jembatan tentunya), minimal  untuk sebagai penasehat. Nah karena itulah beliau mempunyai kesempatan untuk terlibat pada proyek-proyek aktual, tentu saja di bidang jembatan. Jadi jangan heran, karena adanya pakar seperti itu, adanya penulis yang berjiwa engineer + guru, juga adanya idealisme, baik dari sisi dosen maupun muridnya, maka tidaklah heran jika suatu saat nanti dari Jurusan tersebut dapat keluar produk-produk yang dapat dijadikan rujukan utama di bidang rekayasa teknik sipil di tanah air ini. Suatu mimpi yang besar, tetapi yakin suatu saat pasti dapat terwujud, semoga.

Kita kembali kepada rencana kunjungan ke pelosok. Tentang yang disebut pelosok, jangan dibayangkan itu desa di Jawa, ternyata yang dimaksud beliau adalah pelosok tanah air, yaitu di daerah Kupang, Nusa Tenggara Timur. Jauh pisan khan.

Adapun mahasiswaku yang tertarik untuk mengambil topik kerja praktek tentang jembatan adalah sdri Karina Try Gunawan (NIM: 02120080013) dan sdr Thomas Wijaya (NIM: 02120080014) . Yah, betul salah satunya adalah mahasiswi. Terus terang aku pertama kali mendengar niat mereka untuk kerja praktek ke luar jawa, aku agak ragu. Maklum dianya khan “seorang putri”. Aku khan juga punya anak perempuan, jadi hal tersebut aku tanyakan lagi, bahkan aku bilang “sudah kamu bilang ke orang tuamu belum”. Ternyata yang bersangkutan ngotot, pokoknya sudah ok, begitu katanya.

Wah, wah, sebagai seorang tua, maka jelas aku kuatir, tetapi sebagai seorang dosen atau guru pembimbing maka hatiku bangga, ternyata murid-muridku pada pemberani tidak cengeng meskipun dianya seorang wanita. Aku berpikir ulang, tetapi karena mengingat bahwa ada dosen yang juga ikut serta dalam kegiatan tersebut yaitu ibu Lanny, yang juga seorang ibu, maka aku menjadi tidak kuatir.

Jadilah mereka pada berangkat, ini foto-foto perjalanannya selama dua hari di sana. Dua hari untuk acara evaluasi kondisi jembatan, pekerjaan awal mula yang diperlukan untuk menentukan kondisi jembatan sehingga dapat dilakukan tindak lanjut kedepannya, cara perbaikan apa yang sebaiknya dilakukan. Jadi ini awal juga dari kegiatan mereka melakukan kerja prakteknya. Silahkan lihat :

Gambar 1. Jembatan Jembatan Noelmina, Nusa Tenggara Timur

Jembatan Noelmina pada gambar 1 di atas adalah jembatan yang menjadi obyek kunjungan mahasiswa KP-ku. Jenis jembatan adalah steel truss dengan panjang 4 x 60 meter, lokasinya di jalan utama lintas Propinsi Nusa Tenggara Timur di km 77.400.

Gambar 2. Sdri. Karina Try Gunawan (mahasiswi UPH) dan team PU

Gambar 3. Kondisi permukaan lantai bawah jembatan

Gambar 4. Bekas grouting (perbaikan) pada lantai jembatan

Gambar 5. Tampak Jembatan dari bawah

Gambar 6. Strain-gauges untuk memonitor regangan yang terjadi pada jembatan

Gambar 7. Strain-gauges terpasang

Gambar 8. Sdr Thomas (mahasiswa UPH) mengamati pemasangan strain-gauges

Gambar 9. Pembacaan hasil di monitor laptop

Gambar 10. Team dari departemen PU

Nampak diantara team PU adalah Ir. Nandang Syamsudin, MT (bertopi biru cerah) yang merupakan kepala Balai Jembatan dan Bangunan Pelengkap Jalan, Badan Penelitian dan Pengembangan,  Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, Bandung. Terima kasih pak Nandang, mohon maaf jika murid saya merepotkan di sana.

Gambar 11. Penggunaan theodolith waterpass digital

Gambar 12. Pembebanan Rencana berupa Truk

Gambar 13. Ganjal untuk mensimulasi impact (beban kejut)

Gambar 14. Nampang di toko cedera mata di Kupang sebagai kenang-kenangan

.

.

Cerita lainnya tentang kegiatan Kerja Praktek di Jurusan Teknik Sipil UPH.

12 tanggapan untuk “KP-nya sampai KUPANG”

  1. kufive Avatar

    promosi gan t-sipil.tk – Indonesian Civil Enginering Community http://www.t-sipil.tk/ tolong di tampili gan terima kasih

    Suka

  2. anggry Avatar

    Selamat siang pak wir…

    Wah jadi kangen rumah …( tempat asal saya Timor tengah selatan )…. Jembatan noelmina ini merupakan satu satunya jembatan yang ada yang menghubungkan kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan .. gak kebayang kalau salah satu prasarana transportasi ini mengalami kerusakan atau yang lainnya, bisa ga pulang saya kerumah :).

    Suka

  3. masykur Avatar

    Mohon ijin koreksi pak, kalau saya lihat di foto …itu bukan theodolit pak, tapi waterpass tipe digital (digital level). Maturnuwun

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      Trims pak Masykur atas koreksinya, maklum sejak keluar dari kampus Bulaksumur (1988), nggak pernah pegang alat-alat seperti itu.

      Suka

  4. thomas wijaya Avatar
    thomas wijaya

    Pak Wir, saya bisa sampai ke sana, sedikit banyak itu adalah bantuan dari Pak Wir. Trimakasih untuk nasehat-nasehat, petuah-petuah, dan dorongan semangat yang telah bapak berikan. hehe..

    Kedatangan saya ke sana sungguh membawa banyak manfaat, selain menambah pengetahuan saya di bidang ilmu saya yaitu teknik sipil, lebih dari itu saya mendapatkan koneksi-koneksi, kenalan-kenalan yang pasti berguna untuk hari depan kelak. Trimakasih juga atas perhatian Pak Wir selama saya di sana.

    Dimakan yah Pak sedikit oleh-oleh dari saya dan Karina, emping jagung dan abon sapinya. hehe..

    salam,
    Thomas

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      O iya sampai lupa, terima kasih Thomas atas emping jagung dan abon sapinya. Empingnya kemarin langsung sudah ludes, anak-anak saya pada senang. Sedangkan abon sapinya memang sengaja di awet-awet untuk lauk, karena kalau langsung disajikan pasti juga ludes. 🙂

      Suka

  5. Feri H Avatar
    Feri H

    gue dukung pak, KP di luar kota Jakarta. maju terus pendidikan Teknik Sipil di Indonesia.

    Suka

  6. jackz Avatar

    bagus pak tulisannya…semoga dosen pembimbing kp di seluruh indonesia bisa punya pemikiran yg sama dgn bapak gimana seharusnya jadi dosen pembimbing KP itu. salut juga sama 2 orang mahasiswanya yg mau jauh-jauh buat KP pertanda keinginan yang kuat untuk memahami keilmuannya bukan sekedar mencari/mndapatkan legalitasnya. kualitas dari produk lulusan dari sebuah institusi pendidikan itu memang ditentukan oleh mahasiswa itu sendiri, para pengajarnya dan tentunya sistem pendidikan yang diterapkan.

    Suka

  7. […] KP pada judul di atas adalah singkatan dari Kerja Praktek (KP), salah satu mata kuliah di Jurusan Teknik Sipil UPH, yang dapat diambil minimal setelah menempuh mata kuliah lain sebanyak 100 sks. Ini dimaksud agar mahasiswa yang akan mengambil mata … Continue reading → […]

    Suka

Tinggalkan komentar

I’m Wiryanto Dewobroto

Seseorang yang mendalami ilmu teknik sipil, khususnya rekayasa struktur. Aktif sebagai guru besar sejak 2019 dari salah satu perguruan tinggi swasta di Tangerang. Juga aktif sebagai pakar di PUPR khususnya di Komite Keselamatan Konstruksi sejak 2018. Hobby menulis semenjak awal studi S3. Ada beberapa buku yang telah diterbitkan dan bisa diperoleh di http://lumina-press.com