Di kampusku sendiri memang belum ada program S2 teknik sipil kekhususan ilmu struktur. Adanya baru S2 teknik sipil kekhususan manajemen konstruksi, itupun posisinya di tengah kota Jakarta, bukan di kampus Karawaci. Oleh sebab itu aku tidak mempunyai murid bimbingan di level S2 di kampusku sendiri. Hanya saja ada satu perguruan tinggi di Jakarta yang melihat potensi keilmuan yang kumiliki, dan memberiku kepercayaan melakukan bimbingan thesis S2, khususnya yang tertarik dengan bidang keilmuanku tersebut.
Awal mulanya memang bermula dari alumni S1 UPH yang mengambil program S2 di sana, dan kebetulan saja pengelola programnya telah mengenalku secara pribadi. O ya, dulu sebelum terjun penuh jadi dosen full-timer, aku juga pernah mengajar di sana di level S1. Kebetulan-kebetulan seperti itulah yang memungkinkan aku diberi kepercayaan menjadi dosen tamu di program S2-nya, khusus bimbingan thesis atau tepatnya membimbing mahasiswa S2 melakukan riset dan penelitian untuk topik-topik kompetensiku. Hal ini telah berlangsung lama, sudah ada puluhan yang lulus, bahkan minimal sudah ada dua bimbinganku yang meneruskan ke jenjang lebih tinggi, ambil program S3.
O membimbing thesis S2 teknik sipil kekhususan struktur. Menarik sekali, mahasiswa-mahasiswa bimbingan Bapak biasanya mengambil topik-topik penelitian apa ?
Karena saya tidak mengajar langsung di program S2 tersebut, maka mereka yang tertarik untuk menjadi mahasiswa bimbingan S2 saya, adalah mereka yang suka membaca blog ini. Jadi mereka mengenal saya karena tulisan-tulisan yang saya buat. Tahu sendiri khan, saya ini khan memperkenalkan diri sebagai structural engineer. Jadi hal-hal yang terkait bidang itu adalah kompetensi saya. Jadi sebenarnya, semua yang terkait bidang struktur itu aku pelajari.
Lho bukannya pak Wir itu ahli struktur baja ?
Itu betul, apalagi buku struktur baja berbahasa Indonesia yang sudah mengikuti code terakhir, yaitu SNI 1729:2015 atau AISC (2010), ya buku karangan saya itu. Jadi pernyataan anda tidak salah, itu memang keahlian dan juga tugasku di kampus UPH ini, yaitu mengajar mata kuliah Struktur Baja I, II dan III. Jadi ahli struktur baja di kampus UPH secara formal adalah diriku. Ini nggak nyombong lho, memang fakta koq.
Tapi ingat, struktur baja hanya satu dari beberapa elemen (jurus) yang harus dikuasai oleh structural engineer. Jadi kemarin ketika suatu perusahaan konsultan memasang namaku dan menyatakan status di belakangnya adalah steel structure expert, maka aku langsung protes. Pak, . . . . . saya tidak hanya itu, steel-nya dihapus saja, cukup structure expert atau tepatnya structural engineering expert.
Lho bukannya itu keren pak, kayak dokter spesialis gitu. Khan lebih mahal dari dokter saja.
Kelihatannya begitu ya. Tetapi masalahnya ini bukan keren atau semacamnya, tetapi memang begitu. Jadi sebenarnya aku itu menguasai tidak hanya struktur baja, tetapi juga bidang-bidang lain yang terkait struktur, yaitu juga struktur kayu, struktur beton, analisa struktur, dan beberapa lagi.
Meskipun aku tertarik pada banyak hal, tetapi mungkin karena tulisan-tulisanku banyak membahas tentang struktur baja, maka kebanyakan mahasiswa juga meminta bimbingan tentang topik tersebut. Ya nggak apa-apa. Bagaimanapun mereka itulah yang sebenarnya membantuku membuktikan bahwa hipotesis yang kususun dapat terbukti.
Kata mereka, struktur baja dipilih jadi topik thesis karena merasa keren saja dapat pembimbing berkelas pakar, doktor dan penulis buku. Di Indonesia nggak banyak, gitu katanya. Kalaupun kurang, hanya gelar profesor-nya saja. << geer mode ON >>
Padahal, selain topik struktur baja aku menawarkan juga tentang topik struktur kayu. Tahu nggak, banyak dari mereka (mahasiswa yang meminta bimbingan) yang melihatnya dengan sebelah mata tentang struktur kayu.
Pak Wir ini aneh. Bimbingan S2 teknik struktur koq ditawarin struktur kayu. Materi kuliah itu khan tidak diajarkan di pasca sarjana .
Apa iya. Memang kasihan banget ya struktur kayu. Di level S1 menurut BMPTSSI telah dijadikan mata kulah tidak wajib, bisa ada atau ditiadakan, tergantung ketersediaan dosen. Adapun di level S2 juga tidak ada (ini pengalamanku di Unpar, Bandung lho), padahal di program S3-nya ada yang mengambil topik penelitian kayu. Aneh khan. Juga di UGM setahu saya ada juga teman-teman yang mengambil topik kayu untuk risetnya. Hasilnya tentu doktor di bidang kayu. Artinya pakar-pakar di bidang kayu masih saja diproduksi, tetapi produk kepakarannya untuk dijadikan mata kuliah sudah tidak menarik minat para mahasiswa Indonesia (itu tadi yang mau bimbinganku lho).
Nah bagaimana teman-teman dosen kayu, juga pakar kayu menghadapi hal tersebut. Bagaimana anda mempromosikan bahwa kepakaran anda itu berharga ?!
Emangnya menurut Bapak, keahlian di bidang struktur kayu memang perlu dipelajari, masih berharga. Sampai-sampai Bapak menawarkan lagi untuk jadi topik penelitian bagi mahasiswa di level S2.
Ini suatu pertanyaan menarik, filosofi. Untuk level S2 itu lebih susah dijawab dibanding jika itu ditujukan untuk level S3.
Saya jawab yang gampang dulu, yaitu jika pertanyaan di atas ditujukan untuk level S3. Saya sudah mengamati hal tersebut cukup lama, bahkan itu pernah jadi pertimbangan ketika akan mengambil topik penelitian S3 saya juga. Jika diamati, teman-teman yang mengambil program S3 di bidang struktur kayu umumnya berlatar belakang pekerjaan sebagai dosen. Bagi mereka, meraih gelar doktor adalah syarat mutlak untuk meningkatkan karir. Apapun topik, selama masih serumpun dengan bidang S1 sebenarnya bukan masalah, apalagi jika latar belakangnya adalah ilmu struktur. Topiknya khan hanya beton, baja dan kayu. Iya nggak.
Syarat S3 adalah kebaruan atau inovasi. Nah biasanya untuk itu mereka akan mengusahakan penelitian yang bersifat empiris, guna mendapat bukti khas yang bisa dikategorikan sebagai kebaruan atau novelty. Dengan cara pikir ini, anda bisa membayangkan lebih murah mana jika anda akan melakukan pengujian empiris di laboratorium, apakah pakai beton, baja atau kayu. Biayanya tidak hanya dari unsur material yang diuji, juga mesin pengujinya apakah mampu untuk melakukan pengujian atau tidak. Jadi contohnya, saya lagi punya ide untuk menguji kolom baja ukuran besar dan saya bikin komposit (daya dukung meningkat). Ide teoritis sih boleh-boleh saja, tetapi ketika mau melakukan pengujian, maka untuk mendapatkan alat uji yang berkemampuan besar, maka tidak sembarang tempat di Indonesia ini ada. Nah dari ketiga material tersebut tentu kita paham bahwa kayu mempunyai tegangan putus paling kecil. Apalagi macam jenis kayunya bermacam-macam. Hal seperti itulah yang memungkinkan kayu menjadi topik riset empiris yang paling optimal, antara segi kebaruan, ketersediaan alat uji dan biaya. Jadi wajar saja jika hal itu jadi pilihan untuk topik penelitian S3 di Indonesia.
Adapun untuk topik penelitian mahasiswa S2 di kampus yang saya bimbing tersebut, jelas berbeda. Latar belakang mereka bahkan tidak banyak yang dosen, mereka kebanyakan adalah anak-anak muda praktisi di dunia konsultan atau kontraktor. Konsultan rekayasa umumnya. Maklum, kampusnya di tengah kota dan belajarnya banyak di malam hari. Jadi tepat sekali itu dilakukan setelah pulang kerja.
Banyak mahasiswa tersebut yang berlatar belakang sebagai konsultan. Itu yang aku suka menerima mereka menjadi mahasiswa bimbingan. Mereka itu dipicu oleh kebutuhan akan ilmu atau kompetensi, tidak sekedar gelar sebagaimana kalau dosen belajar lagi. Oleh sebab itu mereka selalu mengevaluasi topik penelitian yang diambil, apakah mendukung kerja mereka selalu konsultan atau tidak.
Jadi ketika aku tawarkan topik penelitian tentang kayu, mereka mikirnya lama karena di pekerjaan mereka, ilmu struktur kayu tidak pernah mereka temukan. Iya khan, ngaku saja deh. Jadi mereka berpikir lagi, ngapain belajar hal tersebut. Jika belajar ilmu struktur baja maka tentu berbeda, ilmu itu diperlukan dalam bekerja nanti, apalagi belajarnya sama dengan penulis buku struktur baja langsung. Mereka bangga. Itu katanya lho.
Jadi bagaimana kalau begitu pak. Apakah ada yang memotivasi mereka untuk belajar tentang ilmu struktur kayu, dan adakah mahasiswa Bapak yang tertarik.
Ini memang tantangan kita bersama. Langkah pertama adalah mengakui bahwa ilmu struktur kayu di Indonesia memang tidak berkembang. Kalaupun sudah ada code kayu terbaru, tetapi ketika dipelajari secara mendetail terlihat sekali bahwa code tersebut disusun secara tidak serius. Mau tahu, lihat bahasan code yang dimaksud pada artikel ini.
Langkah ke dua adalah membuka mata mereka bahwa konstruksi kayu modern adalah luar biasa, dimulai dari kayu sebagai material konstruksi yang paling ramah lingkungan, khususnya jika sumber hutannya adalah hutan industri yang dikelola dengan baik, dan juga konstruksi kayu dapat memberi kesan artistik atau elegan, dan sangat banyak diminati oleh arsitek-arsitek manca negara. Bangunan yang artistik dan elegan tentu akan lebih banyak dipilih oleh orang-orang kaya dibanding hanya sekedar bangunan kuat dan kaku, kadang biaya tidak menjadikannya kendala. Ini contoh konstruksi kayu modern, tetapi keberadaannya di luar negeri lho, di Indonesia belum ada.

Lain khan melihatnya. Kalau hanya sekedar fungsi, kuat dan kaku maka konstruksi beton atau baja yang biasa digunakan di Indonesia tentunya bisa dengan mudah mengatasinya, tetapi kalau kesan arstistik seperti diatas, tentunya tidak gampang. Kalaupun dipaksa, maka hanya konstruksi baja yang dibungkus yang bisa mengalahkannya, kalau struktur beton jelas kesulitan untuk mewujudkan hal di atas.
Kedepannya para owner pemilik uang akan merasa bahwa kesan artistik di atas menjadi hal penting. Jadi kalau kita tidak belajar merebut kompetensi untuk membuat sistem konstruksi di atas, maka Indonesia akan jadi sasaran empuk produk jasa dari manca-negara. Itu kira-kira yang aku sampaikan.
Bahkan tidak hanya bangunan arsitek, bahkan di luar negeri potensi kayu sebagai struktur penopang seperti beton atau baja juga sudah mulai. Mereka telah mengembangkan ilmu struktur kayu secara berbeda dari yang kita pelajari selama ini. Jika kita dulu memakai kayu dengan memilih pohon kayu yang menyediakan penampang material yang besar dan panjang serta pohon tua, maka untuk konstruksi kayu modern, yang bahannya berasal dari kayu hutan industri, dimana penampang kayu berukuran kecil. Itu menyebabkan kayu yang digunakan bukan kayu gergajian, tetapi kayu buatan yang disusun dari kayu kecil dengan teknologi lem khusus, yang dikenal sebagai kayu glulam.
Dengan teknologi kayu glulam maka ukuran kayu bisa menjadi besar, lebih besar dari kayu alam. Jadi tidak heran jika dapat dibuat konstruksi kayu untuk jembatan bentang besar sebagaimana gambar di bawah ini.


Itu contoh potensi ilmu struktur kayu modern, ada yang masih meragukan keandalan kayu sebagai bahan material konstruksi masa depan.
Dua hal tersebut tentu dapat diterapkan oleh setiap guru atau dosen struktur kayu, yaitu memberi harapan. Tetapi bagaimana cara meraihnya, apakah ada orang lain yang membantu, mulai dari mana. Ini tentu tidak setiap orang bisa menjawabnya. Kalau bisa, maka tentu saja kondisi konstruksi kayu di Indonesia tidak seperti ini. Untuk itulah saya harus menjawab dengan mantap : “Jangan kuatir, saat ini saya tertarik ilmu struktur kayu modern dan akan mengembangkannya. Jika anda mengambil topik penelitian S2 tentang kayu dengan saya, itu artinya anda akan tercatat bersama saya nantinya jika hal tersebut terwujud“.
Suatu kalimat sederhana, yang setiap orang bisa saja sampaikan. Tetapi bagiku kalimat itu suatu komitmen bagi otak bawah sadarku untuk memulai bekerja. Itu pula yang tempo hari aku jalankan ketika memulai untuk menguasai ilmu struktur baja, juga ketika mulai menulis buku tentang jembatan Indonesia. Jujur itu semua dapat aku kerjakan sendiri, ditambah dukungan data teman-teman yang percaya dan mau membantu. Aku yakin itu akan terwujud. Kata kuncinya adalah kepercayaan diri bahwa apa yang aku lakukan itu penting dan itu pula mengapa aku ada.
Akhirnya, ada satu mahasiswa S2 yang tertarik untuk mengambil topik tentang struktur kayu modern, khususnya kayu glulam, suatu elemen penting yang menyebabkan struktur kayu pada gambar-gambar di atas dapat berdiri. Karena ini riset yang pertama, maka targetnya tidak muluk-muluk yaitu membuat balok kayu glulam dengan prosedur terkini untuk panjang elemen 6 meter. Mulai dari pemilihan kayu, adhesive, cara grading, uji finger joint, uji balok skala kecil dan akhirnya untuk balok panjang 6 meter, lalu uji MOE-nya. Mohon doanya, besok baru ujian proposal. Semoga lancar.
Note : kelihatannya simpel, tapi aku bilang bahwa yang dilakukannya ini belum banyak lho. Itu alasannya mengapa panjangnya 6 m. Para akademisi biasanya juga membuat tetapi ukuran panjangnya umumnya kurang dari itu. Jadi kalau ada yang pernah tahu lebih panjang dari itu, info ya. Biar dibuat balok yang lebih panjang sedikit. Salam
Pak saya dong jikalau boleh minta bimbingan bapak..
Ya kebetulan sy suka dengan karya karya tulis bapak dari saya kuliah S1 Struktur dulu..
dan Sekarang sudah melanjutkan kuliah saya..
hanya saya berada di luar area mengajar Bapak, tapi masih struktur kok pak..
SukaSuka